Salah satu ciri-ciri kupu-kupu berkelamin jantan yaitu fisiknya lebih kecil dibanding kupu-kupu betina. Tugas kupu-kupu jantan ialah membuahi sang betina. Sedikitnya butuh waktu dua jam untuk perkawinan yang produktif. Usai pembuahan, enam jam kemudian kupu-kupu betina bertelur. Setiap kupu-kupu betina biasanya mampu bertelur sampai 500 butir. Namun, siklus hidup ulat betina lebih pendek. Sedangkan ulat jantan bisa kawin sampai tiga kali, sebelum balasannya mati.
Dibutuhkan ruang gelap untuk penetasan telur sutera. Bayi-bayi ulat berumur sehari membutuhkan pakan daun murbei muda dan suhu udara yang lembab. Sepanjang perjalanan hidup ulat sutera dari mulai periode instar pertama hingga kelima, ulat mengalami empat kali pergantian kulit. Kondisi ini bersama-sama dengan perkembangan bentuk tubuhnya yang juga bertambah besar. Sepanjang hari, ulat-ulat sutera terus makan. Sedikitnya diperlukan satu ton pakan daun murbei segar untuk sekitar 25 ribu ulat sutera dalam satu siklus. Sesudah instar ketiga, menjelang instar keempat dan lima, ulat pun tidur.
Pada instar kelima menjelang pengokonan, selama dua hari ulat sutera makan daun murbei tanpa henti. Ketika masa pengokonan tiba, ulat tak lagi makan selama tiga hari. Tubuh ulat menjadi lebih bening saat pengokonan datang dan bagian ekspresi mulai mengeluarkan serat. Masa panen pun datang. Rata-rata tiap kokon, jikalau sudah dimasak serat direntang menjadi benang, bisa meraih panjang sampai 1.000 meter.
Ulat sutera yaitu larva dari serangga yang termasuk ordo Lepidoptera yang mengalami metamorfosa sempurna. Siklus hidup ulat sutera diawali dari telur, kemudian menetas menjadi ulat, pupa dan akhirnya menjadi ngengat yang siap bertelur lagi. Selama menjadi ulat, ialah periode makan dan terjadi 4 kali pergeseran kulit.
Sebelum terjadi perubahan kulit ulat sutera dinamakan instar 1, instar 2, instar 3, instar 4 dan instar 5, dan ulat sutera sama sekali berhenti makan, dikala ini dinamakan masa tidur atau era istirahat. Setelah instar 5 rampung ulat mengokon untuk bermetamorfosis pupa. Selanjutnya pupa bermetamorfosis kupu dan siklus akan berulang dimulai lagi dari telur.
Akibat perlakuan manusia semenjak dulu dengan membudidayakannya, maka sekarang ulat sutera sudah kehilangan sebagian fungsi tubuhnya. Penciumannya sudah tidak bisa mengenal flora murbei dari jarak berapa meter. Daya pegang kakinya juga telah lemah, tidak mampu bertahan pada cabang oleh guncangan angin. Demikian pula kupunya sudah tidak bisa terbang lagi.
Dalam perkembanganya ras sutera yang banyak dibudidayakan dikenal ada 4 jenis yang mampu memproduksi kokon dan menciptakan benang sutera berkualitas. Keempat jenis itu yakni ulat sutera Ras Cina, Ras Jepang, Ras Eropa dan Ras Tropika.
Di Indonesia yang banyak dikembangkan adalah Ras Cina dan Ras Jepang. Kedua ras ini mempunyai kekurangan dan keunggulan masing-masing. Dalam perkembangannya untuk mendapatkan jenis gres yang lebih unggul, maka di Pusat Pembibitan Ulat Sutera Candiroto dilaksanakan persilanan dari kedua jenis ini. Dari hasil persilangan tersebut kelemahan-kelemahannya mampu dikurangi sedangkan sifat unggulnya lebih menonjol. Dengan demikian, belakangan ini telur ulat sutera yang banyak disebar ke petani adalah hasil persilangan ini.
Persuteraan Alam telah cukup lama dikenal dan dibudidayakan oleh penduduk Indonesia. Mengingat sifat dan menfaatnya, maka Pemerintah lewat Departemen Kehutanan berusaha membina dan menyebarkan aktivitas persuteraan alam tersebut. Budidaya ulat sutera dimaksudkan untuk menghasilkan benang sutera sebagai bahan baku pertekstilan. Untuk melakukan pemeliharaan ulat sutera, terlebih dulu dilaksanakan penanaman murbei, yang ialah satu-satunya kuliner (pakan) ulat sutera, Bombyx mori L.
Manfaat acara persuteraan alam sebagai berikut :
- Praktis dikerjakan dan memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat;
- Memberikan komplemen pemasukan kepada penduduk khusunya di pedesaan;
- Memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya;
- Mendukung acara reboisasi dan penghijauan.
Sebelum kegiatan pemeliharaan ulat sutera dimulai, beberapa hal yang perlu diamati mirip : tersedianya daun murbei sebagai pakan ulat sutera, ruang dan perlengkapan pemeliharaan serta reservasi bibit/telur ulat sutera. Kesemua hal tersebut dikerjakan dalam skala besar.
Penyediaan Daun Murbei :
- Daun murbei untuk ulat kecil berumur pangkas ± 1 bulan dan untuk ulat besar berumur pangkas 2-3 bulan;
- Tanaman murbei yang gres ditanam, mampu dipanen sehabis berumur 9 bulan;
- Untuk pemeliharaan 1 boks ulat sutera, dibutuhkan 400-500 kg daun murbei tanpa cabang atau 1.000 – 1.200 kg daun murbei dengan cabang;
- Daun murbei jenis unggul yang bagus untuk ulat sutera yakni : Morus alba, M. multicaulis, M. cathayana dan BNK-3 serta beberapa jenis lain yang sedang dalam pengujian oleh Balai Persuteraan Alam Sulawesi Selatan.
Ruangan Peralatan.
- Tempat pemeliharaan ulat kecil seharusnya dipisahkan dari kawasan pemeliharaan ulat besar;
- Pemeliharaan ulat kecil dijalankan pada daerah khusus atau pada Unit Pemeliharaan Ulat Kecil (UPUK);
- Ruang pemeliharaan mesti mempunyai ventilasai dan jendela yang cukup:
- Bahan-materi dan peralatan yang perlu disiapkan ialah : Kapur tembok, kaporit/papsol, kotak/rak pemeliharaan, kawasan daun, gunting stek, pisau, baskom/ember, jaring ulat, ayakan, kain penutup daun, hulu ayam, kerta ganjal, kerta minyak/parafin, lap tangan dan lain-lain;
- Desinfeksi ruangan dan peralatan, dilakukan 2-3 hari sebelum pemeliharaan ulat sutera dimulai, menggunakan larutan kaporit 0,5% atau formalin (2-3%), disemprotkan secara merata;
- Apabila kawasan pemeliharaan ulat kecil berupa UPUK yang berlantai semen, maka sehabis didesinfeksi dikerjakan pembersihan.
Pesanan Bibit.
- Pesanan bibit diubahsuaikan dengan jumlah daun yang tersedia dan kapasitas ruangan serta peralatan pemeliharaan;
- Bibit dipesan selambat-lambatnya 10 hari sebelum pemeliharaan ulat dimulai melalui petugas / penyuluh atau eksklusif kepada produsen telur;
- Apabila bibit/telur telah diterima, kerjakan penanganan telur (inkubasi) secara baik biar penetasannya seragam.
Caranya yaitu selaku berikut :
- Sebarkan telur pada kotak penetasan dan tutup dengan kertas putih yang tipis;
- Simpan pada kawasan sejuk dan terhindari dari penyinaran matahari langsung, pada suhu ruangan 25 -28 C dengan kelembaban 75-85%;
- Setelah tampakbintik biru pada telur, kemasan dengan kain hitam selama ± 2 hari
PELAKSANAAN PEMELIHARAAN ULAT SUTERA
Kegiatan pemeliharaan ulat sutera meliputi pemeliharaan ulat kecil, pemeliharaan ulat besar serta mengokonkan ulat.
- Pemeliharaan Ulat Kecil
Pemeliharaan ulat kecil didahului dengan kegiatan “Hakitate” yaitu pekerjaan penanganan ulat yang gres menetas disertai dengan derma makan pertama.
- Ulat yang baru menetas didesinfeksi dengan bubuk adonan kapur dan kaporit (95:5), lalu diberi daun murbei yang muda dan segar yang diiris kecil-kecil;
- Pindahkan ulat ke sasag lalu ditutup dengan kertas minyak atau parafin;
- Pemberian masakan dikerjakan 3 kali sehari ialah pada pagi, siang, dan sore hari;
- Pada setiap instar ulat akan mengalami periode istirahat (tidur) dan pergeseran kulit. Apabila sebagian besar ulat tidur ( 90%), derma makan dihentikan dan ditaburi kapur. Pada saat ulat tidur, jendela/ventilasi dibuka biar udara mengalir;
- Pada setiap akhir instar dilakukan penjarangan dan daya tampung tempat diadaptasi dengan pertumbuhan ulat;
- Pembersihan tempat ulat dan pencegahan hama dan penyakit harus dijalankan secara terorganisir.
Pelaksanaanya sebagai berikut :
- Pada instar I dan II, pencucian dijalankan masing-masing 1 kali. Selama instar III dijalankan 1-2 kali yaitu sehabis pemberian makan kedua dan menjelang tidur;
- Penempatan rak/sasag semoga tidak menempel pada dinding ruangan dan pada kaki rak dipasang kaleng berisi air, untuk mencegah gangguan semut;
- Apabila lantai tidak ditembok, taburi kapur secara merata semoga tidak lembab;
- Desinfeksi badan ulat dilakukan sehabis ulat bangkit tidur, sebelum sumbangan makan pertama.
Penyalur ulat kecil dari UPUK ke kawasan pemeliharaan petani / kolong rumah atau Unit Pemeliharaan Ular Besar (UPUB), dijalankan dikala sedang tidur pada instar III. Perlakuan pada dikala penyaluran ulat sebagai berikut :
- Ulat dikemas dengan menggulung kertas bantalan;
- Kedua sisi kertas diikat dan diletakkan pada posisi bangun semoga ulat tidak stress;
- Penyaluran ulat sebaiknya dikerjakan pada pagi atau sore hari.
Pemeliharaan Ulat Besar.
Kondisi dan perlakuan kepada ulat besar berbeda dengan ulat kecil. Ulat besar membutuhkan kondisi ruangan yang sejuk. Suhu ruangan yang bagus yaitu 24-26 C dengan kelembapan 70-75%.
Beberapa hal yang perlu diamati dalam pemeliharaan ulat besar adalah sebagai berikut :
- Ulat besar memerlukan ruangan/daerah pemeliharaan yang lebih luas ketimbang ulat kecil;
- Daun yang disediakan untuk ulat besar, disimpan pada kawasan yang bersih dan sejuk serta ditutup dengan kain basah;
- Daun murbei yang diberikan pada ulat besar tidak lagi diiris-potong melainkan secara utuh (bersama cabangnya).
- Penempatan pakan diselang-selingi secara terorganisir antara bab ujung dan pangkalnya;
- Pemberian makanan pada ulat besar (instar IV dan V) dikerjakan 3-4 kali sehari adalah pada pagi, siang, sore dan malam hari;
- Menjelang ulat tidur, santunan makan dikurangi atau dilarang. Pada ketika ulat tidur ditaburi kapur secara merata;
- Desinfeksi badan ulat dijalankan setiap pagi sebelum pinjaman makan dengan memakai campuran kapur dan kaporit (90:10) ditaburi secara merata;
-
-
-
-
No. Suhu dan Kelembaban Umur Ulat
( Hari )Jumlah Kebutuhan
Daun (kg)Luas Tempat
(M2)Ket. I II
III
IV
V26-28 C 80-90%
26-28 C
80-90%
26 C
80%
24-26 C
70-75%
24-26 C
70-75%2 – 3 3 – 4
2 – 3
4 – 5
6 – 71,5 3,5
15
40-50
350-4000,4 m2 1,6 m2
1,6 m2
3,2 m2
3,5 m2
5 m2
5 m2
14 m2
15-18 m2Awal Akhir
Awal
Akhir
Awal
Akhir
Awal
Akhir
Awal - Pada instar IV, pembersihan tempat pemeliharaan dilaksanakan minimal 3 kali, yaitu pada hari ke-2 dan ke-3 serta menjelang ulat tidur;
- Pada instar V, pencucian tempat dikerjakan saban hari;
- Seperti pada ulat kecil, rak/sasag diposisikan tidak menempel pada dinding ruangan dan pada kaki rak dipasang kaleng yang berisi air.
- Apabila lantai ruangan pemeliharaan tidak berlantai semen biar ditaburi kapur untuk menghindari kelembaban tinggi.
-
-
-
Mengokonkan Ulat.
Pada instar V hari ke-6 atau ke-7 ulat umumnya akan mulai mengokon. Pada suhu rendah ulat akan lebih lambat mengokon. Tanda-tanda ulat yang hendak mengokon yakni selaku berikut :
- Nafsu makan berkurang atau berhenti makan sama sekali;
- tubuh ulat menjadi bening kekuning-kuningan (transparan);
- Ulat condong berlangsung ke pinggir;
- Dari mulut ulat keluar serat sutera.
Apabila gejala tersebut sudah terlihat, maka perlu di ambil tindakan selaku berikut :
- Kumpulkan ulat dan masukkan ke dalam alat pengokonan yang telah disiapkan dengan cara menaburkan secara merata.
- Alat pengokonan yang baik digunakan ialah : rotari. Seri frame, pengokonan bambu dan mukade (terbuat dari daun kelapaatau jerami yang dipuntir membentuk sikat tabung).
Masa perkembangan larva ulat sutera berlangsung sekitar 21-26 hari sampai membentuk kepompong/pupa, ulat sutera yang gres keluar dari telur kelihatan kecil-kecil kehitam-hitaman atau coklat gelap kepala besar serta badannya masih tertutup bulu. Pada hari kedua berat dan ukuran tubuh berubah, warnanya kehijau-hijaun dan bulunya seolah rontok, sesudah itu beliau akan berhenti makan, memasuki periode istirahat dan diakhiri dengan pergeseran kulit, sesudah memasuki instar ke-2, berikutnya ulat akan memasuki instar ke 3, 4 dan 5, yang seluruhnya didahuli kurun istirahat dan ganti kulit. Pada tamat instar ke-5 lazimnya tidak terjadi pergantian kulit namun tubuhnya berangsur kelihatan seolah-olah tembus cahaya dan ulat akan berhenti makan. Ulat mirip ini telah waktunya mengeluarkan serat sutera dan membuat kokon. Ulat yang telah siap untuk mengokon ini umumnya disebut ulat-ulat yang telah matang.
Lama tiap-tiap instar tidak sama. Biasanya yang terpendek yaitu instar ke dua lalu yang pertama, ketiga, keempat dan kelima. Masa istirahat lebih kurang sehari tetapi ini pun tidak sama, yang terpendek yaitu periode istirahat instar ke dua, lalu instar pertama, ketiga dan keempat. Lamanya kurun hidup mulai dari saat lahir hingga era membuat kokon kurang lebih satu bulan, namun hal ini umumnya dipengaruhi oleh iklim dan temperatur lokal.
Suhu dan kelembaban memegang peranan secara langsung maupun tidak langsung pada kemajuan ulat. Pertumbuhan ulat sutera semakin dipersingkat dengan meningkatnya suhu. Didaerah tropis mirip Indonesia, lazimnya abad ulat kecil (instar 1-3) berkisar 11-13 hari dengan suhu antara 23-28ºC dan kelembaban antara 83-91% sedang periode ulat besar (instar IV-V) berkisar antara 10-15 hari dengan suhu 23-25ºC dan kelembaban 75-80%.
Apabila suhu rendah dan kelembaban tinggi ditambah dengan kondisi ruangan basah maka ulat-ulat yang hendak mengokon akan banyak yang mati di dikala pengerjaan kokon. Selama jangka waktu tersebut pertumbuhan ulat sutera begitu pesat sehingga bila dibandingkan berat ulat pada dikala sebelum mengokon kurang lebih 10.000 kali berat ulat yang baru lahir.
Untuk pertumbuhannya ulat sutera membutuhkan air, protein, asam-asam amino, senyawa nitrogen yang bukan protein, karbohidrat, lemak, mineral serta vitamin. Selain itu juga protein juga sungguh penting dalam pembentukan fiborin yang menyusun serat sutera.
Banyaknya bikinan sutera, kecepatan kemajuan dan sifat resistensi kepada penyakit banyak dipengaruhi oleh nutrisi. Oleh karena itu, kemajuan ulat sutera yang dipelihara tergolong tidak optimal alasannya banyak ulat yang dipelihara tersebut balasannya mati. Hal tersebut pula yang menimbulkan jumlah atau persentase ulat yang hidup dari tiap-tiap individu juga berbeda. Menurut Samsijah dan Kusumaputera (1978), kebutuhan utama larva ulat sutera instar I sampai III yaitu air dan protein. Pada ulat sutera instar IV dan V membutuhkan lebih banyak protein dan karbohidrat terutama untuk pembentukan kelenjar sutera.
Setelah instar lima berlangsung sekitar satu minggu, nafsu makan ulat akan menyusut dan hanya makan sedikit. Tubuh akan menjadi transparant dan mengecil. Ulat dinamakan telah matang. Tubuh menjadi transparant alasannya adalah volume kelenjar sutera berkembangmengisi sebagian besar tubuh. Tanda-tanda ulat matang sebagai berikut: 1) badan ulat pendek dan gemuk; 2) segmen dada tembus cahaya; 3) kotoran hijau, lembek dan bentuk tidak beraturan; 4) bergerak mengelilingi rak ulat untuk mendapatkan daerah untuk mengokon; 5) ulat mengangkat kepala dan dadanya dan sebagian mengeluarkan serat dari mulutnya untuk menciptakan fondasi kokon. Serat yang keluar disebut floss dan umumnya sekitar 1-2% dari bobot kulit kokon.
Kondisi klimat seperti temperatur kelembaban, sirkulasi udara selama kurun mengokon akan kuat terhadap mutu kokon terutama kualitas pintal. Temperatur sebaiknya 22-23ºC dan kelembaban 60-70%.
Pada abad mengokon, disamping memerlukan kelembaban yang rendah, sirkulasi udara juga perlu menerima perhatian sebab dengan sirkulasi udara yang tidak baik maka daya gulung menurun dari 90% samapai 54%. Ulat sutera mengeluarkan banyak air pada ketika mengokon hingga dikala membuat kokon. Dari 25.000 ekor ulat dikeluarkan air sekitar 57 liter yang berasal dari respirasi, urine, kotoran, serat dan lain-lain. Kelembaban ini mesti secepatnya dihilangkan. Urine dan kotoran ulat mesti dibuang 8-12 jam sehabis mengokon, pada dikala kokon mencapai lapisan tipis.
Bila mengokon tidak dijalankan pada waktu yang tepat, akan berpengaruh negatif pada kualitas dan kuantitas kokon. Bila terlau cepat, ulat mampu dikokonkan namun akan mati dialat pengokonan atau kandungan serat akan rendah menghasilkan daya gulung yang rendah. Sebaliknya jika terlalu matang, sebagian serat akan terbuang. Dalam hal ini akan menurunkan kualitas kokon dalam hal daya gulung, kekuatan serat, warna dan harga yang murah. Untuk argumentasi ini mengokonkan yang baik untuk ulat matang harus dilaksanakan (Kaomini dan Andadari 2004).
Standar kualitas kokon mampu diklasifikasikan berdasarkan berat kokon, persentase kulit kokon, dan presentase kokon cacat. Klasifikasi kualitas kokon dalam uji visual dibutuhkan tiga parameter untuk lenentukan kelas mutu kokon, adalah : prosentase kokon cacat, berat kokon dan prosentase kulit kokon. Sedangkan untuk parameter uji labolatorium : daya gulung, panjang serat.
Berat kokon merupakan faktor yang sangat penting dipandang dari segi reeling kokon. Berat kokon beragam sesuai dengan kondisi pemeliharaan ulat dan varietas ulat. Kokon dengan pupa betina lazimnya lebih berat dari pada kokon dengan pupa jantan. Pada biasanya berat kokon ialah 1,5-1,8 gram untuk varietas murni dan 2,0-2,5 gram untuk hybrida.
Makin berat kulit kokon, semakin besar kandungan seratnya. Hal ini bermacam-macam, sesuai dengan varietas ulat sutera, dan kondisi pemeliharaan dan keadaan pengokonan. Kokon dengan pupa betina lebih berat dari pada yang jantan. Pada umumnya beratnya antara 30-40 cgr untuk varietas murni dan 35-55 cgr untuk hybrida.
Beberapa bentuk kokon cacat, antara lain yakni : 1) Kokon Ganda (Kokon yang dibuat oleh dua ekor ulat bahu-membahu, menghasilkan kokon yang besar, lapisan sutera yang tebal dan berkerut bernafsu); 2) Kokon Bernoda Dalam (Kokon yang pupanya mati atau terluka didalam sehingga kokonnya ternoda di dalam); 3) Kokon Bernoda Luar (Kokon yang ternoda oleh kotoran atau ulat mati dibagian luarnya); 4) Kokon Berujung Tipis (Kulit kokon yang tipis pada bagian ujungnya).
Sumber:
http://baskara90.wordpress.com/
Salah seorang pakar di bidang kesehatan dan juga praktisi lingkungan dan sosial. Sudah berpengalaman beberapa tahun dan kini masih aktif terus menyuarakan pentingnya menjaga kesehatan.