Kain sutera populer akan keindahan dan kehalusannya. Pakaian dari kain sutera meskipun mahal tetap saja disenangi. Pemakaiannya selain merasa anggun dan tenteram, juga terangkat gengsinya. Banyak orang sengaja mengenakannya demi harga diri. Sebab penduduk berasumsi, hanya orang berselera tinggi dan berasal dari kelompok menengah keatas yang mengenakan pakaian dari sutera.
Bagaimana proses terbentuknya sehelai kain sutera? Banyak yang belum tahu. Semua itu berawal dari sosok hewan yang menggelikan dan menjijikkan, adalah ulat-ulat berwarna putih. Ulat itu dikenal dengan nama ulat sutera. Di mancanegara diketahui dengan nama silk worm.
Ulat sutera mengeluarkan air ludah atau liur yang mengandung protein. Itulah yang menjadi bahan pokok kokon. Kokon sebetulnya berfungsi sebagi pelindung dari proses pergantian ulat menjadi kepompong sebelum kesudahannya menjadi cukup umur. Kokon-kokon ini lantas dikumpulkan. Lewat proses pengolahan sederhana maupun mutakhir, filamen diubah menjadi benang sutera. Selanjutnya, benang ini ditenun menjadi.
Bila ulat sutera membentuk kepompong, maka sesudah remaja akan berubah menjadi ngengat. Di Indonesia, orang condong mengartikan serangga cukup umur itu sebagai kupu-kupu sutera. Memang tampilan ngengat sutera agak seperti dengan kupu-kupu. Sayap, badan, dan anggota badan yang lain sekilas memberikan kesamaan. Padahal ngengat dan kupu-kupu berlainan.
Salah seorang pakar di bidang kesehatan dan juga praktisi lingkungan dan sosial. Sudah berpengalaman beberapa tahun dan kini masih aktif terus menyuarakan pentingnya menjaga kesehatan.