Tragedi Memilukan di Titik Longsor Desa Pattalikang, Kabupaten Gowa.
SEBUAH TRAGEDI menyayat hati kala longsor terjadi di Dusun Pattiro, Desa Pattalikang, Kecamatan Manuju, Gowa.
Ada puluhan orang yang tertimbun tanah. Hidup-hidup. Mirisnya, saat evakuasi. Di kedalam enam meter. Ditemukan sorang ibu terbaring kaku.
Sang ibu itu memeluk erat anaknya yang baru berusia sepuluh bulan dan sudah terkubur pada Selasa pagi, 22 Januari 2019 saat tragedi memilukan itu terjadi.
Keduanya itu baru bisa ditemukan lima hari setelahnya, Sabtu sore, 26 Januari. Tubuhnya sudah mulai berbau tak sedap.
Para penolong sebenarnya tidak mengetahui pasti dimana tubuh sang ibu, Sukma Daeng Caya (45) bersama buah hatinya itu, Ariska, terkubur. Jadinya keduanya terlambat ditemukan.
Pada saat ditemukan. Para penolong mencoba membebaskan keduanya dari cengkraman bongkahan batu bata dan lumpur keras dari tubuh mereka.
Tetapi, upaya pertama tidak berhasil. Sekop pasir dan tangan kosong tak bisa mengangkat keduanya. Barulah saat upaya yang kedua dilakukan. Ya, berhasil.
Itupun setelah memaksa operator mesin pengeruk (ekskavator) mengangkat kedua tubuh yang sudah bercampur lumpur itu ke atas permukaan tanah.
Tiba dipermukaan. Saat posisi bucket ekskavator perlahan diletakkan. Warga sekitar yang selamat mulai berkerumung. Tak terkecuali ibu mantu Sukma, Bida (45), nenek Arista, bayi mungil itu.
Bida berdiri tak jauh dari kerumunan warga. Ia tampak tak lagi bisa menggerakkan tubuhnya. Ia tak kuasa menerobos orang yang ada didepannya. Sudah pasrah.
Bahkan seakan tak sadar, air mata mulai menetes di pipinya. Meski ia tak melihat secara dekat kedua tubuh mayat itu.
Dan ia sudah percaya, itulah mantunya. Itulah cucunya yang tertimbun lonsor pada kejadian siang kelam yang tak bisa dilupakannya itu.
Bagi Bida, tragedi ini sungguh sangat menyayat hati. Sungguh sangat memilukan hidupnya. Bukan hanya, karena Sukma dan Ariska yang tewas dan rumahnya yang hancur.
Tetapi, juga karena di dalam rumah itu, ada kakak Ariska, Ana yang baru berusia 11 tahun, juga ikut menjadi korban.
Ditambah lagi dua cucunya, buah hati dari anak kandungnya, Lina (30) yaitu Sri Wahyuni (11) dan Ulfa yang saat ini masih berusia dua tahun, juga ikut menjadi korban siang itu.
Begitu pula dengan Lina. Ia tewas tertimpa longsor. Itu belum, seorang cucunya dari Dg Jarung bernama Nurkifayah (20) yang kebetulan bermalam di rumahnya sebelum musibah itu terjadi.
Gadis yang masih kuliah disalah satu perguruan tinggi di Makassar itu, ternyata ikut tewas. Bersama Asni (35), anak kandungnya hingga tersisa hanya seorang saja yang selamat, Tekka anak lakinya, suami Sukma.
Kedepalan keluarga ini ditemukan di hari yang berbeda. Nurkifayah dan Lina bersama buah hatinya Sri Wahyuni dan Ulfa berhasil ditemukan pada hari kedua pencarian korban meninggal, Rabu, 23 Januari. Mayat mereka berdekatan. Tak jauh dari lokasi rumah.
Adapun Asni ditemuka hampir bersamaan dengan kemenanakannya Ana (anak Sukma) pada hari ketiga pencarian. Sedangkan Sukma sendiri baru bisa ditemukan pada Sabtu, 26 Januari berpelukan erat dengan anak bungsunya, Ariska yang baru berusia sepuluh bulan.
“Oh tuhan, tidak tahan-ka. Delapan orang di rumahku semuanya meninggal. Cucu-cucuku kodong,” ucapnya Bida, dengan mata memerah.
Setelah merasa sudah cukup tenang, Bida pun menceritakan, saat kejadian ia tak ada di rumah. Dia di kebunnya. Ia meninggalkan rumah sejak jam tujuh pagi sebelum peristiwa nahas itu terjadi sekitar pukul 11.00. Jaraknya satu kilometer dari rumah.
Saat berangkat itulah di rumah ada cucu-cucunya bersama anak dan mantunya. Ada anak kandungnya Hasni (25) dan Tekka (22), ada mantunya Sukma Dg Caya bersama anaknya Arista (10 bulan) dan Yana (10 tahun).
Serta ada Lina (anak bungsunya) bersama dengan dua anaknya Yuni (12) dan Ulfa (3) juga Nur Pipaya (21).
“Saya tak tahu itu firasat atau bukan. Saat dikebun, memang ada angin yang sangat kencang menerpa saya. Bahkan suara gemuruh tak jauh dari tempat saya berdiri. Baru setelah kejadian ada orang yang mencari saya dan mengatakan, rumah saya kena lonsor. Saya pun berlari seakan tak percaya,” kisahnya pilu, sembari menghindar dan mencoba menenangkan diri. Berusaha mendekat ke mayat cucu dan mantunya itu.
Tak berselang lama setelah mengetahui istri dan anak bungsunya akhirnya ditemukan, Tekka pun muncul. Ia tampak pucat tanpa tenaga. Terpaksa dipapah oleh dua orang kerabatnya menuju posko induk agar memastikan apakah betul mayat itu adalah anak dan istrinya yang ada di balik tirai itu.
Keluar tirai. Mulutnya tampak terkunci, tatapannya kosong. Ia mencoba menghela nafas. ia mulai oleng dan terus dipapah menjauh dari mayat istri dan anaknya. Ia tak lagi bisa berucap. Ia minta duduk setiba dibelakang salah satu rumah warga yang rumahnya selamat dari longsor. Sambil menahan rasa sakit ia mencoba mengucap “itu pakaian istri saya,”.
Bagi Tekka, yang paling menyayat hatinya karena saat longsor ia ada di lokasi. Ia ada di sekitar rumahnya memperbaiki selokan dan saat longsor datang ia tak lagi sempat masuk ke rumah untuk menyelamatkan anak dan istrinya. Panik ia hanya bisa berlari.
“Sudah-mi tadi. Janganmi saya,” kata Tekka dengan pelan seakan tanpa tenaga saat seorang petugas hendak menanyainya umur istrinya.
Peristiwa memilukan ini hanyalah salah satu dari keluarga yang menjadi korban lonsor yang tinggal di Dusun Pattiro, Desa Pattalikang, Kecamatan Manuju, pada Selasa siang, 22 Januari 2019.
Masih ada 15 korban meninggal lainnya yang diantaranya hingga Minggu, 27 Januari belum ditemukan. Total baru 12 orang diantaranya yang berhasil ditemukan.
Angka korban meninggal ini belum termasuk yang tersebar di beberapa kecamatan di Gowa. Seperti di Bungaya, hingga Minggu, 27 Januari kini sudah ada 29 mayat yang ditemukan dan masih ada diantaranya yang belum ditemukan.
Meski data pasti korban yang dinyatakan meninggal di kecamatan Bungaya, tetapi hingga kini proses pencarian masih terus dilakukan.
Sebab saat kejadian diduga ada banyak orang yang sedang lalu lalang sebelum bencana terjadi di lokasi tersebut.
Jika ditotal hingga Minggu, 27 Januari korban longsor dan juga banjir di Gowa kini sudah mencapai 46 orang.
Seorang diantara di kecamatan Bontomarannu, dua orang di Pallangga, dua orang di Tinggimoncong, 29 orang di Bungaya, dan 12 di Manuju.
Saat ini khususnya yang selamat masih menunggu uluran tangan para penderma. Mereka tak hanya butuh dukungan moril dan doa semata. Saat ini mereka sangat membutuhkan juga sandang dan pangan.
Ada banyak diantara mereka yang harus menghemat makannya. Utamanya di daerah dataran tinggi Gowa yang saat ini akses menuju ke daerah tersebut diantaranya masih ada yang terputus. Belum ada kendaraan roda empat yang bisa mengaksesnya. (*)
Originally posted 2019-08-13 14:03:00.
Nasyrah rumi adalah salah seorang kreator konten yang saat ini terus aktif menulis. Selengkapnya lihat di https://twitter.com/nasyrahanrumi