dsc07174 2

Desinfeksi Suatu Langkah-Langkah Preventif Penyakit Ulat Sutera

Diposting pada
dsc07174
Hingga saat ini sutera masih merupakan salah satu komoditas andalan di Sulawesi Selatan, untuk itu kelestarian dan kestabilan produksi mesti dijaga dengan mengeliminir faktor- aspek penyebab kegagalan usaha persuteraan alam. Diantara beberapa faktor penyebab kegagalan, maka yang paling mendominasi dan susah diprediksi yakni hadirnya berbagai penyakit pada saat pemeliharaan ulat sutera, bahkan sering terjadi hal tersebut tidak timbul pada fase awal pemeliharaan ulat tetapi muncul pada saat ulat menjelang mengokon yang mampu dikatakan sebagai kala tamat dalam pemeliharaan ulat sutera.Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dijalankan suatu tindakan preventif yang berupa tindakan desinfeksi sebelum, selama dan setelah pemeliharaan ulat sutera berlangsung.


II . TAHAP PELAKSANAAN DESINFEKSI
A. Desinfeksi Sebelum Pemeliharaan
Sebelum kurun pemeliharaan dimulai, sambil merencanakan aneka macam alat dan bahan yang hendak digunakan, maka salah satu acara yang sangat penting dijalankan yakni desinfeksi yang berupa:
– Desinfeksi rumah ulat/ruangan pemeliharaan
– Desinfeksi alat- alat pemeliharaan

1. Desinfeksi rumah ulat atau ruangan pemeliharaan.
Desinfeksi rumah ulat atau ruangan pemeliharaan sebaiknya dilaksanakan sepekan sebelum pemeliharaan ulat dijalankan biar sisa atau residu bahan desinfektan yang dipakai tidak kuat ke ulat mengenang ulat sutera sangat peka terhadap kondisi lingkungan. Terlebih jikalau tempat yang dipakai untuk memelihara ulat tersebut sudah digunakan pada masa sebelumnya, kendati tidak ada serangan penyakit apalagi jika terdapat serangan hama atau penyakit maka harus sungguh-sungguhdibersihkan dengan jalan desinfeksi secara menyeluruh dan intensif. Tindakan desinfeksi perlu dilaksanakan agar bibit penyakit pada masa sebelumnya tidak menjadi sumber inokulum pada kala pemeliharaan selanjutnya. Desinfeksi dapat dilaksanakan dengan penyemprotan larutan formalin 2% atau kaporit. Penyemprotan dilaksanakan untuk membasmi bibit penyakit virus, bakteri dan cendawan baik yang ada dilantai, dinding maupun langit-langit ruang pemeliharaan. Untuk desinfeksi bab dalam dari ruang pemeliharaan diperlukan kira-kira 3 liter larutan untuk 3,3 m2 luas lantai (Atmosoedarjo dkk, 2000). Hal ini perlu diperhatikan alasannya walaupun desinfeksi dipraktekkan tetapi kalau pelaksanaanya kurang sempurna, maka tidak memusnahkan sumber inokulum malah dapat menjadikan hama atau penyakit menjadi resisten.
2. Desinfeksi alat-alat pemeliharaan
Untuk desinfeksi alat pemeliharaan mirip sasag pemeliharaan, keranjang, daerah penyimpanan daun, pisau daun, bejana, baskom, alat pengokonan dsb, yang mau bersentuhan pribadi dengan ulat atau daun murbei seharusnya dilaksanakan dengan tata cara pencelupan dengan menggunakan kaporit yang dilarutkan 200 kali dalam drum atau kolam penampungan. Pencelupan dijalankan selama 30 menit, setelah itu alat-alat tersebut dikeringkan. Khusus peralatan atau benda-benda yang yang dibuat dari kayu atau bambu dimana hypa cendawan Aspergillus mampu menembus jauh ke bab dalam benda-benda tsb, maka metode semprot kurang efektif dan seharusnya memakai tata cara pencelupan.

B. Desinfeksi Saat Pemeliharaan
Beberapa jenis desinfeksi yang penting dikerjakan pada saat pemeliharaan adalah:
1. Desinfeksi tangan sebelum mengawali pekerjaan
Bagi pemelihara ulat sutera sebelum mengawali aktivitas pekerjaan dalam pemeliharaan ulat sebaiknya diperhatikan kebersihan badan dan pakaian khususnya tangan yang bersinggungan langsung dengan ulat, murbei, maupun perlengkapan yang digunakan. Pembersihan tangan mampu dijalankan dengan air bersih lalu dicelup ke dalam larutan kaporit.
Hal ini sungguh penting dikerjakan untuk menangkal biar hama dan penyakit maupun materi lain contohnya amis-wangian terbawa pada dikala pemeliharaan ulat, terutama ulat kecil yang sungguh peka sehingga secara eksklusif maupun tidak langsung mampu menimbulkan pemeliharaan ulat sutera mengalami kegagalan. Terlebih jika tenaga pemelihara ulat terbatas dalam artian disamping melakukan aktivitas kebun mirip pengambilan daun juga melakukan pekerjaan di rumah ulat seperti pinjaman pakan. Keadaan ini sangat memungkinkan bahwa bibit penyakit dari kebun terbawa masuk ke ruang pemeliharaan lewat pakaian ataupun tangan si pemelihara.
2. Desinfeksi tubuh ulat sutera
Desinfeksi tubuh ulat sutera dilaksanakan untuk mencegah terjadinya serangan banyak sekali macam penyakit pada saat pemeliharaan berlangsung.
Beberapa tahap penting perlindungan desinfektan pada tubuh ulat sutera antara lain:
– Penetasan/Hakitate
Hakitate yakni acara sumbangan makan pertama ketika ulat gres menetas. mirip diketahui bahwa ulat yang gres menetas sangat peka dan rentan terhadap banyak sekali penyakit, untuk itu desinfeksi tubuh ulat sungguh perlu dikerjakan sebelum derma makan, hanya perlu diamati bahwa pemberian desinfektan sebaiknya dikerjakan pada dikala menjelang pinjaman pakan atau penetasan ulat telah seragam biar risikonya bisa optimal dan pertumbuhan ulat seragam.
– Tidur atau istirahat
Pada saat ulat sutera tidur atau istirahat maka aktifitas makan terhenti untuk beberapa waktu tergantung instar pertumbuhannya. Biasanya menjelang kala tersebut sisa kuliner tidak sempat dibersihkan jadi ulat sutera tidur diantara makanan yang tersisa. Pemberian desinfektan penting untuk dilaksanakan dengan tujuan memberi sumbangan bagi tubuh ulat terhadap berbagai serangan penyakit serta mengeringkan daun sisa masakan yang tertinggal biar tidak termakan pada saat setelah berubah kulit. Desinfektan yang biasa dipakai pada ketika tersebut yaitu kapur, dimana materi ini mudah menyerap air sehingga mampu meminimalisir kelembaban yang mampu memacu perkembangan penyakit. Bahkan dikalangan pemerhati sutera dikenal perumpamaan “ Tidur kapur bangkit kaporit” yang maksudnya pada ketika tidur diberi desinfektan kapur dan sehabis berganti kulit atau berdiri diberi kaporit.
– Bangun/ berganti kulit
Pada ketika gres bangun tidur atau berubah kulit ulat sutera melepaskan kulit usang sehingga umumnya kulit baru masih lembek, pada era tersebut keadaan ulat sangat lemah dan mudah terjangkit penyakit. Pemberian desinfektan perlu dikerjakan sebelum perlindungan makan, hal ini penting diperhatikan sebab penularan penyakit dari daun ke badan ulat sungguh mungkin terjadi melalui pakan, sebab abses virus pada umumnya terjadi alasannya perlindungan pakan dengan daun murbei yang mengandung virus (Tanada dan Kaya, 1993) dalam (Budisantoso dan Nurhaedah, 1999).

C. Desinfeksi Setelah Pemeliharaan
Setelah berakhir satu kurun pemeliharaan ulat sutera yang ditandai dengan panen kokon, maka semua peralatan yang digunakan pada saat pemeliharaan berjalan harus segera dibersihkan, berikutnya dilakukan desinfeksi secara menyeluruh baik rumah ulat, peralatan maupun pekarangan sekitar rumah ulat.

III. PERANAN DAN PELAKSANAAN DESINFEKSI PADA PEMELIHARAAN ULAT SUTERA
Desinfeksi dimaksudkan untuk menangkal berkembangnya penyakit baik di dalam maupun diluar ruangan pemeliharaan, utamanya penyakit yang disebabkan oleh cendawan sebab spora cendawan sangat mudah menyebar lewat perantaraan angin. Disamping itu juga berfungsi untuk melindungi ulat sutera dari serangan banyak sekali macam penyakit baik virus maupun basil. Tindakan desinfeksi harus dilaksanakan sedini mungkin dimulai semenjak ulat baru menetas atau sebelum hakitate, bahkan pada ketika instar ke IV hingga menjelang mengokon seharusnya dikerjakan setiap hari sebelum sumbangan pakan kecuali ketika istirahat. Hal ini diharapkan alasannya makin tinggi pertumbuhan ulat pemberian pakan kian banyak sehingga intensitas penularan penyakit melalui patogen pakan lebih banyak. Hal ini sejalan dengan hasil observasi Saing dan Sumirat (1997) yang memperlihatkan bahwa, tingkat mortalitas ulat bertambah seiring dengan perkembangan dan kemajuan ulat sutera.Desinfeksi ulat sutera mampu dikerjakan secara fisik dan kimiawi. Desinfeksi secara fisik mampu dilakukan dengan menggunakan cahaya matahari, air mendidih dan uap air (Lee Y.K. 1995) sedang kimiawi berupa: kapur, kaporit dan formalin.
Pelaksanaan desinfeksi secara fisik dengan sinar matahari disamping murah juga mudah dilakukan, hanya membutuhkan waktu yang lama karena tergantung pada keadaan cuaca dan jikalau demam isu hujan hal ini tidak mampu dilakukan, juga untuk alat-alat yang terbuat dari bambu atau kayu metode ini tidak efektif alasannya hypa cendawan mampu menembus jauh ke bab dalam sehingga kemungkinan tidak terjangkau. Untuk peralatan yang kecil mirip pisau, kuas mampu dikerjakan dengan air mendidih atau uap air. Desinfeksi secara kimiawi dengan memakai kapur, kaporit dan formalin memerlukan waktu yang tidak terlampau lama dan karenanya lebih efektif, tetapi memerlukan biaya yang lebih mahal. Pelaksanaan dapat dilakukan lewat metode pencelupan untuk alat pemeliharaan seperti pisau daun, ember dan alat pengokonan juga mampu dilaksanakan dengan penyemprotan untuk ruangan pemeliharaan serta penaburan untuk tubuh ulat dengan memakai ayakan.
Dengan demikian desinfeksi disini mampu berfungsi memberi ketahanan badan pada ulat sutera semoga terhindar dari berbagai serangan penyakit dan aspek lain yang mampu mengakibatkan maut ulat.Untuk memperoleh hasil yang optimal maka dalam pelaksanaan desinfeksi ini perlu diamati aspek teknis meliputi ketepatan waktu, bahan dan takaran yang dipakai biar pantas secara ekonomi dan juga aman bagi ekologis, serta efektif bagi sasaran sasaran (Hidayat, 1985).
Dengan tindakan desinfeksi dibutuhkan serangan penyakit pada pemeliharaan ulat sutera tidak menyebabkan kerugian ekonomis dan produksi kokon dapat dipertahankan. Hasil observasi Anwar (1989) dalam Atmosoedarjo, dkk (2000) memberikan dengan perlakuan desinfeksi pada ruang, alat dan tubuh ulat sutera menghasilkan kokon sebesar 27,417 kg kokon/box sedangkan tanpa perlakuan desinfeksi cuma sebesar 19,533 kg kokon/box.

IV. PENUTUP
Penerapan/pelaksanaan desinfeksi di petani masih menghadapi berbagai kendala antara lain: biaya, peralatan, dan wawasan tentang hal tersebut. Kendala ini sangat penting terselesaikan sehubungan dengan upaya untuk mengeliminir serangan penyakit dan mempertahankan keseimbangan dan stabilitas bikinan sutera alam. Dan tentunya hal tersebut memiliki pengaruh pada petani baik langsung maupun tidak eksklusif seperti pendapatan dan minat untuk mengusahakan komoditas tersebut.

DAFTAR PUSTAKA


Atmosoedarjo, J. Kartasubrata, M. Kaomini, W.saleh, W.Moerdoko, 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.

Lee, Y.K. 1995. Desinfection of Rearing Room and Appliances. In Principles and Practices in Sericulture. National Sericulture and Entomology Research Institute, Korea.

Saing M dan B. Sumirat, 1997. Efikasi aneka macam jenis desinfektan terhadap penyakit Aspergillus (Aspergillus. spp.) pada ulat sutera. Buletin Penelitian Kehutanan Ujung Pandang.

Nurhaedah dan Budisantoso, 1999. Pengendalian penyakit Nucleus Polyhedrosis Virus pada ulat sutera dengan berbagai macam desinfektan. Prosiding Balai Penelitian Kehutanan Ujung Pandang.
dsc07174

Gambar Gravatar
Salah seorang pakar di bidang kesehatan dan juga praktisi lingkungan dan sosial. Sudah berpengalaman beberapa tahun dan kini masih aktif terus menyuarakan pentingnya menjaga kesehatan.