Tulisan ini digoreskan oleh seorang pemerhati yang juga praktisi tenis Indonesia, Jakarta, 2 Juni 2020. Dia adalah Agus Ferry Raturandang atau yang kini lebih akrab disapa AFR. Dia cukup resah atas pertanyaan apakah Pengprov Pelti sudah membina atlet?
Tulisan ini dibuat atas keresahannya mengenai nasib dunia tenis Indonesia kedepannya. Dan salah satu pertanyaan yang kerap membuatnya gusar seperti di atas.
Berikut kutipan dari catatan sang pencinta dunia tenis Indonesia satu ini. Mari kita simak bersama!
Pengprov Pelti Jauh dari Ekspektasi
Pertanyaan ini mencuat salah satunya berdasar pada pemikiran, bahwa tolak ukur suatu Negara bisa disebut sebagai bangsa maju dan modern apabila prestasi olahraganya pada tingkat regional maupun internasional kian meningkat.
Namun, tentunya hal tersebut jauh dari ekspektasi. Dan untuk meraihnya tak bisa dilepas peran pembinaan dalam organisasi olahraga. Peran organisasi ini, tentu salah satunya fokus kepada atlet junior.
Mereka tak boleh begitu saja dilepas karena mereka ini adalah aset Negara yang sangat penting untuk dibina. Dan ini tugas Pengprov Pelti.
Apa tugas pokok organisasi dari Pelti ini?
Tugas pokok dari induk organisasi seperti Tenis atau PELTI. Tentunya sudah jelas. Ini bahkan tercantum pada Anggaran Rumah Tangga PELTI 2017-2022.
Salah satunya yakni dengan menyebarluaskan olahraga tenis bagi seluruh anggotanya. Ini agar supaya bisa menumbuhkan minat dan bakat atlet tenis yang andal dan berprestasi tinggi. Tentunya prestasi ini tak hanya di tingkat nasional. Tetapi juga hingga level internasional.
Tak hanya itu. Dalam ART Pelti, juga disebutkan harus berkesinambungan. Jadi tak mentok hanya pada sekali penyelenggaraan pembinaan saja. Tetapi, mesti terus menerus dilakukan.
Mungkin semua orang mahfum akan hal ini. Semua ini bisa berjalan apabila ada kerjasama antara orang tua atlet, guru, dan pengurus PELTI sendiri. Tujuannya juga sangat jelas. Ini agar supaya tumbuh keselarasan dan kesinambungan dalam bentuk pembinaan. Sekarang kembali kepada pertanyaan inti.
Apakah tugas pokok ini sudah dipahami oleh petinggi Pelti?
Pengprov Pelti Harus Bekerjasama
Tentunya pertanyaan ini tak hanya ditujukan kepada pengurus Pelti tingkat Pusat, Provinsi serta Kabupatan/Kotamadya. Tetapi juga para orang tua.
Secara teori tugas induk organisasi tenis atau Pelti, sangatlah dibutuhkan di sini. Harus ada kerjasama. Bisa dimulai dari orang tua dan guru atau pelatih.
Pastinya, pihak luar. Baik itu Pemerintah maupun swasta. Harus pula terlibat. Namun, paling penting, tentunya peranan orang tua. Dan saking besarnya, terkadang permasalahan datang berawal dari orang tua. Yah, meski ada pula karena berawal dari Pelti sendiri.
Sebagai pemerhati Pelti. Bahkan pengurus Pelti. Harus diakui bila ditanya bagaiamana peranan Pelti hingga saat ini. Jawabnya boleh dikata tidak kelihatan.
Kita bisa melihat pengenalan tenis melalui program grass root yang diciptakan dari induk organisasi ini. Mulai dari pelatih, rupanya masih kurang berkembang.
Sekali lagi, ini tentunya ini tak bisa dilepas pula dari kurang aktifnya Pelti bergerak. Baik itu di tingkat Provinsi maupun Kabupaten atau Kotamadya.
Jadinya wajar jika sekarang muncullah apa yang biasa disebut sense of belonging. Ini semua, sekali lagi disebabkan oleh tidak aktifnya Pelti Kotamadya atau Kabupaten.
Imbasnya sejumlah atlet atau orang tua sering mengeluh kurangnya perhatian Pelti dan itu yang sering dikeluhkan orang tua atlet kepada AFR selama ini.
Pengprov Pelti Harus Mengerti
Ini belum apabila harus diukur mengenai sokongan dana atau anggaran. Sejumlah orang tua sering kali harus terpaksa mengeluarkan uang dari sakunya sendiri. Ibarat merasa kerja sendiri.
Sekarang kembali lagi pada persoalan Anggaran Rumah Tangga Pelti. Sebenarnya itu sudah jelas tugas dari masing-masing Pelti dan Pengprov Pelti bergerak mengontrol ini semua.
Sekadar diketahui, total dari 514 yang terdiri 416 Pengurus kabupaten dan 98 Pengurus kotamadya Pelti se-Indonesia. Hingga saat ini yang aktif hanyalah beberapa saja.
Sebenarnya disinilah tugas Pengprov Pelti untuk mengaktifkan. Jangan tinggal diam. Kontrol mulai dari terselenggaranya turnamen tenis. Baik itu antar kotamadya atau kabupaten.
Sebagai start awal bisa menggelar kejuaraan beregu. Tujuannya jelas. Ini agar tampak ada aktivitasnya. Lalu kemudian, bisa dari sini untuk kemudian ditelusuri aktivitasnya.
Saya tetiba saja teringat akan orang tua sendiri, Jo Albert Raturandang (almarhum). Beliau adalah seorang atlet tenis asal Bali.
Beliau ini pernah mewakili Provinsi Bali dalam multi event. Salah satunya di Pekan Olahraga Nasional II 1953 Jakarta hingga PON IV 1959 Makassar.
Almarhum sendiri belajar tenis secara otodidak. Dia rajin sekali membaca buku bahasa Inggris. Maklum, dulu tidak ada buku yang berbahasa Indonesia.
Dari buku inilah, beliau kemudian belajar teori memukul. Caranya di depan cermin (shadow). Dan akhirnya bisa menjadi seorang petenis andal pada zamannya.
Paling terngiang adalah, setiap ada rekan almarhum yang keluar negeri. Beliau hanya satu permintaan. Titip buku Tenis yang memang kala itu hanya banyak terdapat di Luar Negeri.
Saya sempat terpikir era dulu. Apakah ada pelatih tenis seperti sekarang yang punya peranan memajukan tenis Indonesia?
Salam Tenis Indonesia From AFR
Nasyrah rumi adalah salah seorang kreator konten yang saat ini terus aktif menulis. Selengkapnya lihat di https://twitter.com/nasyrahanrumi