Gubernur Terlama Sulawesi Selatan asal Enrekang adalah Achmad Lamo. Dia memerintah dari 1966 hingga 1978. Kini tak ada lagi warga Enrekang yang jadi gubernur pasca selesai menjabat.
Cari tahu juga wakil gubernur sulawesi selatan, gubernur pertama sulawesi selatan, siapa gubernur sulawesi selatan sekarang, gubernur sulawesi selatan 2020, wakil gubernur sulawesi selatan 2020, gubernur sulawesi selatan 2021, daftar gubernur sulsel, bupati sulawesi selatan
Simak Pula 7 Politikus Paling Terkenal di Dunia, 2 Tokoh Asal Indonesia, Miliki Museum Nasional
Achmad Lamo Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan 1966 – 1978.
Penulis : Prof Dr H Zainuddin taha
Achmad Lamo, adalah Gubernur terlama yang pernah menjadi Kepala Daerah Tingkat l Sulawesi Selatan.
Yaitu Mei I966 sampai dengan Juni 1978, atau 12 tahun 2 bulan I0 hari.
Putra salah sebuah desa di Dati H Enrekang, Alla, konon tidak pernah
menyangka dirinya akan diberi amanah sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menggantikan Andi Achmad Rifai.
Dalam masa jabatan pertamanya, ia masih banyak belajar bersama staf dan pembantunya.
Achmad Lamo adalah sosok pemimpin yang sederhana dan taat beragama.
Sesibuk apapun dalam tugas dan pekerjaan, ia tidak pemah meninggalkan puasa Senin-Kamis.
Bila berkunjung ke daerah, ia lebih sering tidur di mobil Toyota kanvasnya daripada di rumah jabatan kepala daerah atau di hotel.
Sewaktu PON VII di Surabaya pada tahun 1969, ia menolak menginap di hotel yang disediakan Panitia PON.
Tengok Pula Rumah BJ Habibie di Parepare Masih Ada Rumah Hingga Meja Belajar dan Ranjang Besi
Dan memilih menginap di rumah mertuanya di sebuah gang kecil sehingga
penulis bersama Ketua Kontingen, P.B. Harahap dan Tamrin Tantu disuruh menempatinya.
la tidak menyukai sambutan bawahan yang meriah, apalagi dengan barisan pagar ayu.
Dia pernah memarahi Arsyad B. Bupati Pangkajene Kepulauan, dan Andi Baso Amir, Bupati Bone.
Karena mempersiapkan penyambutan yang tidak disukainya.
la tidak berkompromi dengan kepala daerah atau staf yang beristeri lebih dari satu.
Dalam masa jabatan pertamanya, ia lebih senang tinggal di rumah peribadinya di Jalan Haji Bau daripada di istana gubernur yang megah, gubernuran.
Sebelum menjadi gubernur yang definitif menggantikan A. A. Rifai, sejak tanggal 12 Mei 1966 sampai dengan 13 Oktober 1966.
Ia telah ditunjuk sebagai Pejabat Sementara Mewakili Gubernur Kepala Daerah Sulawesi Selatan selama Gubernur Kepala Daerah Sulawesi
Selatan Brigjen. A. A. Rifai dalam pendidikan Sus Jenderal di SESKOAD Bandung.
Kondisi Sulawesi Selatan pada saat mulai masa jabatannya pada tahun 1966 penuh diliputi kelumpuhan di segala bidang.
Sebagai akibat kekacauan yang berlangsung bertahun-tahun lamanya dan
kondisi politik selama dan sesudah peristiwa (1-30-S/PKI), hampir semua
sarana dan prasarana pada semua scktor mengalami kelumpuhan.
Di bidang politik dan pemerintahan tugas pokok pertama dan utama yang dihadapi adalah mengatasi sisa-sisa pengacau pasca tertembaknya Kahar Muzakkar,
Membasmi sisa-sisa anasir G-30S/PKI dan Orde Lama di semua instansi vertikal
maupun otonom yang ada dalam wilayah Sulawesi Selatan untuk memenangkan Orde Baru.
Ekonomi mengalami kelumpuhan yang parah scbagai akibal inflasi yang sangat tinggi (650 %).
Dan macetnya semua sarana dan prasarana produksi.
Prasarana ekonomi dan produksi seperti: jalan, jembatan, pengairan, pelabuhan dan lain-lain sebagian besar hancur,
rusak, baik karena sengaja dirusak atau dibakar oleh pengacau keamanan maupun karena ketiadaan dana untuk memperbaikinya.
Dalam kondisi politik, ekonomi, sosial, dan budaya (Polcksosbud) yang demikian parah,
Letnan Kolonel Achmad Lamo memulai tugasnya berbekal itikad baik membangun kembali Sulawesi Selatan.
Pada saat memulai penugasannya sebagai Penjabat Sementara Gubernur pada langgal 12 Mei I966,
ia didampingi cendekiawan-cendekiawan muda dari kampus perguruan tinggi, Universitas Hasanuddin dan IKIP Makassar.
Bersamaan dengan permulaan pelaksanaan tugas Pejabat Sementara Gubernur Kepala Daerah,
pada perangkat Pemerintah Daerah juga diadakan penggantian pejabat-pejabat yang langsung membantu Gubemur,
baik pada sekretariat daerah maupun pada dinas-dinas otonom dalam lingkup Pemerintah Provinsi.
Pada hari yang bersamaan berlangsung pula penggantian anggota-anggota Badan
Pemerintah Harian (BPH) dengan penunjukan Care Taker yang terdiri atas
empat orang menggatikan anggota BPH lama yang sudah berakhir masa jabatannya.
Let. Kol. Achmad Lamo, ketika ditunjuk menjadi Pelaksanan Tugas Sementara
Gubernur Kepala Daerah Sulawesi Selatan selama Gubernur Brigjen. A. A. Rifai
mengikuti pendidikan di Sus Jenderal Seskoad di Bandung,
menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin.
Konon, ia sama sekali tidak menyangka dirinya akan mcndapat penugasan yang demikian,
malahan ia sempat menyampaikan kepada Panglima Kodam XIV Hasanuddin, Brigjen Solichin GP,
agar bukan dirinya yang diangkat untuk tugas tersebut.
Namun, setelah Gubernur A. A. Rifai melakukan pembicaraan dengan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9 Mei 1966
dan Panglima Kodam XlV/HN/Ketua Pepelrada Sulselra, Achmad Lamo tetap
dianggap dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai Pejabat Sementara mewakili Gubernur Kepala Daerah Sulawesi Selatan.
Surat Keputusan penujukkan itu, mendahului Keputusan Menteri Dalam Negeri dibuat di Makassar
pada tanggal 11 Mei 1966 No. 139/V/66, dan mulai berlaku tanggal 12 Mei 1966.
Pada tanggal yang sama, 11 Mei I966, dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah, No.142//V/66,
terhitung mulai tanggal Surat Keputusan itu diangkat pula Pembantu-pembantu Gubernur Kepala Daerah Sulawesi Selatan
yang menjalankan tugas-tugas Badan Pemerimah Harian dalam bidang-bidang Ekonomi (Rafnuddin Hamarung,SH),
bidang Character and Nation Building ( Drs. Zainuddin Taha), bidang Keuangan (Drs. Ek. Arief Djamaluddin) –
dan bidang Pcerusahaan Daerah (Drs. Jonathan Salusu) sebagaimana telah disebutkan.
Penujukan pembantu – pembantu Gubernur yang melaksanakan tugas BPH tersebut dimaksudkan untuk mengisi lowongan yang ada –
setelah anggota-anggota BPH periode 1960-1965 yang terdiri dari Let. Kol. M. Jasin Limpo,
Drs. Andi Tunru, Andi Baharuddin, Andi Makkulau, dan Rustam Efendi berakhir masa jabatannya
berdasarkan UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pemerintahan Daerah.
Anggota-anggota BPH Provinsi Sulawesi Selatan kemudian ditambah menjadi 6 orang
setelah melalui pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan pada tanggal 15 Mei 1967.
Anggota BPH tambahan itu masing-masing:
Muh. Saleh Busthami, B. A. dari Partai NU dan Drs. Mapparessa dari unsur Parmusi/Muhammadiyah.
Bersama dengan keenam Anggota BPH-nya, Gubemur Achmad Lamo,
mengemban tugas berat melaksanakan rekonstruksi dan pembangunan Sulawesi Selatan dari hampir titik nol.
Sebagai prajurit profesional, Achmad Lamo dengan sikap yang merendah diri (low profile),
berhasil meletakkan landasan pembangunan Sulawesi Selatan, meskipun
banyak orang pada awal masa jabatannya meragukan kemampuannya.
Setelah berhasil mcngemban tugasnya sebagai Gubernur selama lebih 12 tahun, pada tahun 1978 Achmad Lamo diangkat
menjadi salah seorang Wakil Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) RI di Jakarta.
Keberhasilan Achmad Lamo mengemban amanat yang dipercayakan kepadanya
selaku gubernur selama 12 tahun lebih itu tidak terlepas dari keberhasilannya
menciptakan dan membangun kerjasama dengan semua unsur Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah)
seperti Panglima Kodam XIV Hasanuddin, Bridjen Solichin GP dan Brigjen Sayidiman,
Kepala Kepolisian Daerah Sulselra, Brigjen Soeprapto, dan Jaksa Tinggi Kohar Harisumamo,
serta dengan sesepuh daerah Sulawesi Selatan Andi Pangerang Pettarani.
Dukungan Bupati Kepala Daerah Tingkat ll se-Sulawesi Selatan tidak kecil pula artinya
dalam menyukseskan program rehabilitasi dan pembangunan daerah selama kepemimpinannya.
Di antara bupati kepala daerah dan Walikota yang dapat dicatat baktinya
dalam mendukung keberhasilan Gubernur Lamo dalam masa jabatan pertamanya
sampai tahun I970 antara lain adalah Walikota Kota Madya Makassar, M. Daeng Patompo,
Bupati/KDH Maros, M. Kasim DM, Bupati KDH Pangkep, M. Arsyad B., Bupati/KDH Barru, M. Sewang,
Walikota Parepare Andi Mappangara, Bupati Sidenreng Rappang, M. Arifm Nu’mang,
Bupati/KDH Soppeng A. Made Alic, Bupati/KDH Wajo, Andi Unru,
Bupati/KDH Bone, A. Baso Amir, Bupati Luwu, A. Achmad,
Bupati/KDH Tana Toraja Tampubolong, Bupati/KDH Enrekang, Bambang Soetrisno,
Bupati/KDH Pinrang Andi Dewang, Bupati/KDH Polewali Mamasa, A. Madjid,
Bupati/KDH Majene, A Majid, Bupati/KDH Mamudju, A. Majid Mattampura,
Bupati/KDH Sinjai A. Azikin, Bupati/KDH Bulukumba Andi Patarai dan A. Bakri Tandarammang,
Bupati/KDH Bonthain A. Sohhan, Bupati Jeneponto, Mora Dg Bilu,
Bupati/KDH Takalar H. Suaib Pasang, dan Bupati/KDH Gowa, Andi Tau dan K.S. Mas’ud.
Badan legislatif, yakni DPRD Provinsi Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Kamaluddin Lily
dan H. P. Dg Manambung selaku ketua yang didampingi wakil-wakil ketua Hafid Yusuf
dan AR. Manji sangat besar pula sumbangannya dalam menyukseskan misi
yang diemban Gubernur Achmad Lamo dalam masa jabatan pertamanya.
Keberhasilan meletakkan landasan rehabilitasi dan pembangunan dalam berbagai bidang tidak terlepas pula
dari partisipasi dan dukungan Kepala-kepala Dinas tingkat 1 dan Tingkat II se-Sulawesi Selatan.
Di bidang rehabilitasi infrastruktur jalan, jembatan, dan pengairan selain berkat
bantuan perajurit-perajurit Sipur dari Kodam XIV/Hasanuddin, juga berkat
dilibatkannya tenaga-tenaga ahli muda lulusan ITB, seperti Ir. Mujitaba, Ir. A. Lateko, dan Ir. A Mannawi.
Di bidang pertanian, mereka-mereka yang turut membantu aktif melalui dinas pertanian dan universitas antara lain:
Ir. Zainuddin Dg. Maupa, Ir. Syamsuddin Abbas, Ir. Syamsuar Djaropi dan lr. Fachruddin.
Mereka adalah putra-putra daerah lulusan-lulusan pertama dari IPB Bogor asal Sulawesi Selatan.
Di bidang pemerintahan datangnya tamatan dari Universitas Gajah Mada, seperti Drs. Abd. Hakim,
Drs. Ince M. Salman, Drs. M. Daud Nompo, Drs. M. Said, Drs. A. Bakri Tandaramang,
Drs. A. Mallaraneng, Drs. Umar Lakunnu, Drs. Makka Hayade dll, telah berjasa dalam
ikut membantu menata ulang tata pemerintahan di seluruh Daerah Sulawesi Selatan dalam masa 1960-an.
Tenaga-tenaga putera daerah lulusan universitas dari Jawa seperti UI, UGM, ITB, lPB, dan Erlanggga,
seperti Drs. A. Hasan Walinono, Drs. J. Salusus, E. A. Mokodompit, MA, Drs. A. Watif Masri, Drs. A. Hafid,
Drs. La Tanro, Drs. Sanusi Maming, Drs. Burhamzah, serta masih banyak lagi yang lain
senantiasa aktif membantu Gubernur meletakkan landasan-Iandasan pembangunan pendidikan tinggi di Universitas Hasanuddin,
lKlP Makassar, IAIN Alauuddin, UMl, UVRl, Unismuh dan berbagai perguruan tinggi lainnya.
Demikian pula di bidang kesehatan, tidak dapat dilupakan jasa Kepala Dinas Kesehatan Dr. Siregar, Dr. A. M. F . Pangerang, dan Drg. Halimah Dg Sikati dll.
Sedangkan di bidang olahraga, selain sesepuh Andi Pangerang Petta Rani dan Andi Mattalatta,
tidak kecil pula bantuan dan peranan pembina-pembina olah raga seperti Amir, Aminuddin Machmud, Faizal Thung,
Andi Baso Amir, Djamaluddin Situru, A. Razak Hane, Muhammadiyah, M. Jafar.
Tamrin Tantu, M. Jakub Nur, Manjeng Kemal dan lain-lain.
Note :
Tulisan ini dikutip dari buku berjudul :
Sulawesi Selatan Dari A. Achmad Rifai ke Achmad Lamo 1960 – 1970
Ditulis oleh Prof Dr. H Zainuddin Taha dan diterbitkan oleh UNM 2017.
Semoga apa yang telah ditulis oleh beliau di atas bernilai ibadah dan menjadi pengetahuan bagi generasi muda Sulawesi Selatan kedepannya.
Nasyrah rumi adalah salah seorang kreator konten yang saat ini terus aktif menulis. Selengkapnya lihat di https://twitter.com/nasyrahanrumi