Pondok Pesantren Manahilil Ulum DDI Kaballangan

Pesantren Manahilil Ulum DDI Kaballangan Masih Pertahankan Metode Bondangan Belajar Kitab Kuning

Diposting pada

Pondok Pesantren Manahilil Ulum DDI Kaballangan hingga kini masih teguh pada tradisi kepesantrenan. Mereka tak pernah menutup diri dari dunia luar.

Sejak beberapa bulan ini, sebenarnya aktivitas di pesantren yang berlokasi di kampung Sokang, Desa Kaballangan, Pinrang itu cukup sunyi. Tak seperti biasanya. Tak banyak santri yang sedang lalu lalang.
 
Dan suasana ini cukup terasa sejak mewabahnya virus korona atau Covid-19 di Sulsel, khususnya di Pinrang. Andai tidak, pesantren yang resmi berdiri pada 17 November 1978, ini akan sangat ramai dan riuh dipenuhi anak-anak santri.
 
Siapa pun yang bertamu akan disambut dengan lantunan ayat-ayat suci Alquran dari suara merdu para santri. Sayang, saat ini cukup berbeda sebab interaksi proses belajar mengajar secara tatap muka, lagi dibatasi.
 
Tetapi ini tak berarti sistem pendidikan di pesantren ini ikut dibatasi. Tidak, masih tetaplah berjalan seperti biasanya. Caranya saja yang diubah. Via daring.
 
Baik itu belajar mengenai kitab kuning, belajar tajwid, menghafal Alquran, atau pelatihan dai. Semuanya, tetap berjalan seperti biasa. Tetapi, via online.

SISA 10 SANTRI BELAJAR KITAB KUNING 

 
Pesantren Manahilil Ulum DDI Kaballangan
 
 
 
Kata Syahrir Hatib, Pengurus Pesantren Manahilil Ulum DDI Kaballangan, Minggu, 10 Mei. Memang sejak diserukan stay at home hanya ada sekitar 10 santri pilihan yang diminta tetap di pondok belajar. Tetapi distical distancing. 
 
Sebenarnya di pondok pesantren yang didirikan
AG. KH. Abdurrahman Ambo dalle atau yang akrab disapa Ambo Dalle, ini sudah cukup lama menerapkan dua sistem pendidikan. Yakni sistem pendidikan modern dan sistem klasik-tradisional.
 
Terkhusus sistem klasik-tradisional ini, para santri diminta fokus salah satunya pada pengajian kitab kuning. Santri diminta agar mendaras 12 kitab yang sudah disiapkan.
 
Ke-12 kitab ini diantaranya ada kitab Maraqil Ubudiyah, Khusnul Hamidiyah, hingga Aqidatul Awam. Setiap satu kitab dikaji pada hari yang berbeda. Misalnya, Kitab Maraqil Ubudiyah, santri akan mengkajinya setiap hari Sabtu dan pada hari Minggu kitab lain lagi.
 
Syahrir pun membeberkan, terkait aktivitas pengajian kitab kuning di pesantren yang kini dipimpin putera bungsu AG. KH Ambo Dalle, yaitu H.Muh  Rasyid Ridha Ambo Dalle, itu dilakukan setiap hari setelah Salat Magrib dan setelah Salat Subuh.
 

PERTAHANKAN METODE BONDANGAN

 
Pesantren Manahilil Ulum DDI Kaballangan
 
 
Lebih jauh, Syahrir mengatakan, metode pelajaran dasar pembacaan kitab kuning ini juga masih tetap mempertahankan metode bondangan dan ini sudah menjadi tradisi di pesantren.
 
Metode ini, kata Syahrir, Gurutta duduk diatas mimbar, lalu semua santri duduk di depan. Setelah itu, Gurutta meminta salah seorang santri agar membacakan salah satu surah dalam Alquran hingga selesai.
 
Jika bacaan santri itu selesai. Gurutta, kemudian membeberkan makna dari surah tersebut. Ketika ada bacaan santri yang kurang tepat, Gurutta akan meluruskannya sembari menerjemahkannya secara harfiah (Syarh-nya).
 
Mengenai pengajian kitab kuning, kata Syahrir lagi, ini tidaklah hanya dipahami secara tekstual saja. Namun santri juga diminta memahami secara kontekstual sesuai dengan perkembangan zaman.
 
Dimana pengkajian kitab kuning ini selalu dikaitkan realitas sosial. Jadi, tidak hanya mengacu pada konteks teks saja yang ada pada kitab kuning ini. Tetapi, disesuaikan dengan yang terjadi sekarang.
 

METODE BELAJAR KHALAQAH

 
 
 
Pesantren Manahilil Ulum DDI Kaballangan
 
Selain itu, di pesantren ini juga dikenal belajar dengan metode khalaqah. Metode ini sudah dipratekkan oleh gurutta K.H. Abdurrahman Ambo Dalle semasa hidupnya dan bertahan hingga sekarang.
 
Motode ini, kata alumni Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) ini, santri dibentuk berkelompok khusus yang ingin belajar tentang kitab kuning dan akan didampingi oleh seorang kiai. Santri yang ikut dalam kelompok ini bisa bertanya kapan dan dimana pun kepada kiai.
 
Sistem pendidikan yang juga terus dipertahankan di pesantren ini, salah satunya adalah hafal Alquran. Ini serentak dilakukan setelah Salat Isya dan Subuh. Adapun pelatihan dai dilakukan setelah Salat Isya di malam Jumat di Masjid Al-Wasilah yang letaknya di tengah-tengah pondok Pesantren.
 
Sejauh ini, pesantren yang mengintegrasikan 2 kurikulum yaitu kurikulum berbasis pesantren dan kurikulum berbasis sekolah atau Madrasah ini sudah memiliki alumni sekitar 12 ribu santri dan tak sedikit diantaranya sudah menjadi akademisi, politikus, dan pengusaha.

Adapun santri yang kita bina berjumlah 425 orang. Mereka dari tiga jenjang pendidikan MTs, MA dan SMK. Tentunya kita bersyukur pesantren ini terus berkembang seiring perkembangan zaman.

Gambar Gravatar
Nasyrah rumi adalah salah seorang kreator konten yang saat ini terus aktif menulis. Selengkapnya lihat di https://twitter.com/nasyrahanrumi